Part 7

Kembali ; bagian 2 

            LOKASI acara sudah padat dengan pengunjung. Ada yang ramai-ramai membawa banner bertuliskan kata-kata semangat untuk mendukung sekolahnya, dan ada pula yang teriak-teriak alay. Bisa rusak gendang telingaku mendengarnya.

Di belakang panggung, kami menyiapkan diri untuk penampilan berikutnya.

Ketika pembawa acara menyatakan untuk giliran kami yang tampil, sekuat tenaga aku menepis semua hal yang mengganggu pikiranku.

Alunan musik mulai terdengar dan semua terdiam.

Tatap matamu mempesona

Dalam dekapmu ku tak berdaya

Dalam tidurku ku memimpikannya

Mungkin inilah cinta

 

Setiap anganku di malam yang sepi

Duduk berdua denganmu di sini

Ku pikir kau selalu peduli

Ternyata kau menghinati

Reff:

Salahkah aku mencitaimu

Sebab kau buat ku ragu dengan kata-katamu

Saat ku mulai percaya

Yang ada hanya kecewa

Salahkah aku jika ku pergi

Ku harap kita asing dan takkan kembali

Meski ku sadari

Aku jatuh cinta sendiri

Beberapa menit setelah lagu ciptaan Erlyn dan Tirta dinyanyikan, tiba-tiba lampu padam.

Seseorang menyorotkan satu lampu yang tertuju padaku dengan Alfa.

“Kita mulai. Tatap aku Gie,” bisik Alfa padaku.

Aku mengangguk, tanda iya dariku.

Alfa mulai dengan melodi yang terdengar begitu sendu, hingga semua penonton terdiam terpaku.

Jantungku terpacu dengan kencang, mataku menyusuri setiap pengunjung lalu memejamkan mata.

Hari itu, cakrawala menurunkan malaikat bersayap matahari

Dia yang membuatku jatuh hati

Dari matanya, waktu berhasil ku curi 

Dan dari senyumnya, hati berhasil ku miliki

Melangkah

Meski perlahan masih juga patah

Semakin hari kau buat aku begitu parah

Mengasingkan diri lalu kembali

Aku lelah pura-pura peduli agar kau anggap peduli

Lelah berlari,

Sebab yang dikejar tidak pernah sadar diri

Ku mohon berhenti

Namun jangan pergi lagi

Semua orang bertepuk tangan, ada yang menangis haru, ada yang  melempar bunga ke panggung, dan ada pula yang bersiul.

Tak ku sangka, respon semua orang akan semeriah ini. Aku harap kami memenangkan perlombaan ini.

Setelah menunggu selama satu jam, juri mengumumkan pemenang lomba.

“Oke, setelah mendapat pertimbangan dari semua juri, juara pertama diraih oleh SMA Garuda.”

Suara lantang dari juri ini meledakkan detak jantungku. Tirta dan Erlyn yang dengan gembiranya, langsung berpelukan, sedangkan Alfa tiba-tiba menggenggam tanganku.

“Nggak sia-sia usaha kita, makasih” seru Alfa.

Aku mengurai senyum yang tertuju padaku. Alfa tidak melepas genggamannya sampai di panggung.

“Selamat, semoga sukses dan tetap berkarya,” kata sang juri sambil memberikan hadiah dan menjabat tangan.

Setelah turun dari panggung, Alfa mengalungkan medali yang di berikan juri tadi.

“Hadiah yang spesial, buat orang yang spesial.”

Aku terpaku dalam tatapan Alfa beberapa detik hingga Tirta memecah lamunanku.

“Hei, mau pulang nggak? Udah pada bubar nih.”

“Dasar ngganggu orang aja,” sahut Alfa.

“Minggir-minggir, romeo sama juliet mau lewat,” celetuk Tirta sambil menggandeng tangan Erlyn.

“Mentang-mentang baru jadian,” seru Alfa.

“Ya udah, kita juga pulang yuk.”

“Ayo.”

Aku dan Alfa menuju tempat parkir, lalu Alfa berhenti sebentar, memasangkan helm padaku.

“Langsung pulang apa mau mampir kemana dulu?”

“Kita mampir buat makan dulu lah.”

“Oke, ayo naik.”

Beberapa meter dari lokasi acara tadi, ada warung yang tempatnya lumayan luas, cocok untuk tempat nongkrong anak remaja.

Alfa menghentikan tepat di depan warung yang begitu ramai pengunjungnya itu.

“Kamu mau makan apa?” seru Alfa.

“Samain kamu aja.”

“Yakin suka sama pilihan aku?”

“Udah lah, samain aja.”

“Berarti kalau aku pesen batu, kamu juga sama?”

“Ya enggak lah.”

“Ha ha, becanda, gitu aja udah marah.”

“Bu, pesen soto sama es tehnya dua ya,” sambung Alfa.

Aku memilih tempat duduk yang suasananya tenang dan nyaman untuk berbicara dengan Alfa. Beberapa detik kemudian, disusul pelayan meletakkan pesananku dengan Alfa.

“Makan dong, kok dicuekin makanannya? Mau disuapin?”

Perasaanku tiba-tiba sedih mengingat keberhasilanku tak bisa ku nikmati dengan Ayah.

“Nggak usah.”

“Dimakan dong, tadi ngajak makan kan?”

“Iya, aku makan,” jawabku lesu.

Alfa mengeser tempat duduknya supaya lebih dekat denganku lalu menarik mangkokku.

“Sini aku suapin.”

Aku menuruti kata Alfa, lalu terdiam sejenak dalam tatapan.

“Makan yang banyak biar cepet gede.”

Diikuti dengan tawa, Alfa mengacak-acak rambutku.

“Ih, kamu pikir aku anak kecil?”

“Emang iya kan?”

“Kamu juga makan dong!”

“Suapin,” Alfa membuka mulutnya seperti anak kecil yang disuapi ibunya.

“Dasar manja.”

***

BEBERAPA menit setelah Alfa keluar dari gerbang rumahku, tiba-tiba satu mobil yang tidak asing itu datang. Tidak salah lagi, itu adalah mobil Aldo. Pasti ini akan berujung dengan adu mulut lagi.

Dari raut muka Aldo ketika turun dari mobil sudah jelas kalau dia akan menyambar seperti petir.

“Udah aku duga, kamu pasti jalan sama Alfa.”

“Aku nggak minta dia dateng, dia sendiri yang ke sini.”

“Tapi kamu bisa nolak kan?”

“Kamu ke sini cuma mau ngajak berantem?”

“Jangan ngalihin pembicaraan, Gie! Jujur aja kalau kamu masih suka kan sama, Alfa?”

Sekarang Aldo benar-benar marah, suaranya mungkin terdengar oleh tetangga.

“Aku udah capek berantem sama kamu cuma gara-gara, Alfa.”

“Terus kamu mau putus, gitu?

“Iya, aku mau kita putus!”

“Kamu nggak bisa mutusin aku gitu aja!”

“Aku udah nggak mau lagi ada hubungan sama kamu! Sekarang kamu pergi dari rumah aku!”

“Aku nggak mau putus sama kamu!”

“Apa kurang jelas? Sekarang kita putus!”

 “Kamu lupa, sama amanah, Ayah kamu? Dia yang minta aku supaya jagain kamu.”

“Ayah bilang gitu karena kamu itu licik, sok baik di depan, Ayah.”

Skakmat. Aldo sekarang kehabisan akal untuk bertahan denganku. Aldo pun meninggalkan rumahku dengan wajah kesalnya.

“Sayang, kenapa tadi Ibu denger kamu berantem sama orang?”

“Tadi, Aldo dateng kesini, Bu. Terus aku mutusin dia.”

Jawabku dengan wajah datar menenangkan diri.

“Ya baguslah, Ibu juga dari awal kurang yakin sama, Aldo.”

“Aku masuk dulu ya, Bu.”

“Iya.”

Kamar adalah tempat yang tepat untukku saat ini. Dalam beberapa saat, aku memandangi foto Alfa, lalu terbesit lagi tentang Aldo.

Mungkin mulai besok, aku harus menjauh lagi dari Alfa. Aku tidak mau disangka memutuskan Aldo karena ingin kembali dengan Alfa.

            Aku pikir ini cara terbaik supaya Aldo tidak ikut campur lagi tentang masalah hidupku.

Thanks for reading!
Maaf lama nggak update. Tunggu part berikutnya ya!

Komentar

Postingan Populer