Keras Kepala
Aku pernah begitu keras kepala mencintai seseorang. Dan begitu bodoh jika diingat-ingat lagi. Meski disesali, semua sudah terjadi.
Sering
aku dengar pepatah ini, “Sakit hati adalah karena ulah kita sendiri. Dan benar,
dulu aku selalu menciptakan rasa sakit itu dengan sering mencari tahu di mana
kamu, sedang apa, dan dengan siapa.
Dulu,
kehilangannya seperti kehilangan warna hidup. Yang tersisa hanya hitam dan
putih. Aku berusaha mendapatkan lagi warna itu sampai aku tak sadar, banyak
hati yang justru aku lukai.
Setiap
malam, sebelum aku tidur, aku selalu bertanya pada diriku, “Apakah besok aku
akan bertemu lagi dengannya, dan dia memberiku senyuman sehangat mentari?”. Sialnya,
setiap pagi yang ku temui hanya hampa dan kosong.
Dulu
melupakannya saja aku takut. Takut mencintai orang lain, takut mendapatkan
seseorang yang tidak lebih baik darinya, dan takut akan kenyataan bahwa aku
tidak akan pernah bertemu dengannya.
Sekeras kepala itu aku mencintainya. Dan selama beberapa tahun aku menyimpan rapat-rapat namanya dihatiku. Namun kemudian aku sadar. Untuk apa aku mengejarnya? Dan kenapa aku begitu bodoh?
Sejak awal, cintanya saja palsu. Aku saja yang terlalu. Hidup itu terus berjalan. Tidak selamanya aku akan berjalan sendirian, pasti akan ada waktu untuk kembali beriringan.
Komentar
Posting Komentar